Darimana
asal sebuah kebahagiaan. Uang? harta? Jabatan? semua penelitian menunjukan
bukan hal itu yang menjadi jawabannya.
Sebuah Survei National Institute on
Aging pada 5.000 orang dewasa menunjukkan, meski ada perubahan kecil dalam
pekerjaan, tempat tinggal, dan status keluarga, orang yang mengaku bahagia
tahun 1973 tetap saja merasa bahagia 10 tahun kemudian. Melalui beberapa
penelitian diperoleh ciri khas yang terdapat pada orang bahagia, secara singkat
seperti ini: orang merasa bahagia ketika mereka mampu menyukai diri sendiri,
mereka merasa lebih etis, pandai, tidak mudah berprasangka, pandai bergaul,
serta lebih sehat daripada orang rata-rata. Kemudian orang yang memiliki
kebebasan yakni yang mampu mengontrol dirinya sendiri, orang yang tidak
memiliki kontrol dalam hidupnya seperti narapidana dan pasien rumah sakit jiwa
ataupun orang yang sangat miskin, masyarakt di negara totaliter – akan memiliki
semangat yang rendah dan kesehatan yang buruk. Selain itu menurut penelitian
ini orang yang berbahagia selalu optimis. Sedangkan yang terakhir orang
yang berbahagia kebanyakan berasal dari orang yang tergolong ekstrovert. Meskipun
ada argumentasi yang menyatakan bahwa mestinya orang introvertlah yang lebih
berbahagia karena mereka menyukai ketenangan dan kehidupannya tidak sarat
dengan stres? Nyatanya orang ekstrovert lebih berbahgia baik sendirian atau
bersama orang lain. (Kumpulan artikel Psikologi , 2008:86)
Mungkin saja penelitian itu benar
adanya, namun bisa juga tidak karena seperti kata einstein bahwa tidak ada
sesuatu yang pasti kecuali ketidakpastian itu sendiri. Semuanya relatif. Karena
menurut penelitian lain, orang yang aktif secara religius juga dilaporkan
sebagai orang yang memiliki kebhagiaan lebih besar. Nah menurut hemat saya ini
terjadi karena orientasi kehidupan mereka jelas yakni Tuhan.
Well, saya melihat banyak orang hebat,
bukan hanya ia adalah seorang ketua BEM misalnya, atau pejabat dan orang
penting di lingkungan sekitar tapi mereka orang hebat adalah yang terlihat puas
dengan apa yang mereka kerjakan, sekecil apapun itu, serendah apapun jabatan
itu, ada binar lain dibalik senyum mereka, mereka begitu menikmati hasil kerja
mereka, mungkin itu bahagia.
Saya telusuri mengapa mereka mampu
dengan mudah menciptakan kebahagiaan itu, karena saya percaya bahwa kebahagiaan
itu bukan dicari tapi diciptakan, saya melihat pada mereka yang rasanya
berbahagia dan tampak tersenyum lepas setelah lelah, jadi hakikatnya apa yang telah
mereka lakukan? Mungkin kecil, mungkin sekadar membawakan kursi, tapi ketika
saya merasakan kebaikannya, saya jadi tahu yang mereka lakukan adalah sesuatu
yang membuat orang lain nyaman, senang, bahagia, yang membuat mereka tersenyum
adalah senyuman orang lain, maka sekarang saya tahu, untuk menjadi bahagia,
mampukan diri untuk menjadi yang lebih berarti untuk orang lain, dengan
hanya mengharap mendapatkan kebahagiaan lain dari Allah sebagai Tuhannya, sebagai orientasi kehidupannya atau
bisa kita bilang membuat orang lain bahagia dengan ikhlas dan tuntas.
Ternyata saya baru menyadari (ketika
menulis paragraf barusan), yakni ini salah satu dari apa yang sering saya dengar,dari aagym :
“kebahagiaan sejati adalah ketika kita bisa mengenal dan mencintai Allah, dan
menjadi jalan kebahagiaan bagi orang lain adalah sebuah kebaikan”. Intinya
mampukan diri untuk menjadi yang lebih berarti.
Dalam Al-Quran َAL-Baqoroh : 30
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu tahu,"
Kita diciptakan untuk menjadi sesuatu
Yang Lebih Berarti.
Kalau kata novel 5cm
Buat: enggak Cuma jadi seonggok daging
yang bisa berbicara, berjalan dan punya nama.
Setidaknya selalu berusaha Menjadi Yang
Lebih Berarti.
Mulai untuk diri sendiri.
والله
اعلم
terimakasiih
salam tumpahan tinta nisa
0 komentar:
Posting Komentar