Semua Berasal dari Guru
Lisanmu, Tegar Sanubarimu,
Indah SIkapmu, Binar Matamu, adalah pelitaku..
Ibu
adalah guru pertama saya, mungkin untuk sebagian besar penduduk bumi ini, ibu
adalah guru pertama dan utama. Khusus ibu saya, saya ingin bercerita, bahwa
ialah yang pertama mengajari saya, mengajari berdoa, alfabet,
mengajari saya sampai saya besar, mengajari mengambil keputusan, berani memilih, mengajari tentang kehidupan, soal pelajaran, semasa kecil
ibu mengajari saya sambil berjalan-jalan. Sesekali ibu membawa saya ke pasar,
ke warung atau kemana saja ia pergi, dan seringkali kami berhenti saat ada
spanduk, baligho, atau poster besar di jalanan, ia memberi tahu .. itu huruf I,
lalu N, D, O INDO! Ucapanya. Iya! dari berjalan-jalan sebenarnya saya belajar,
bukankah ibu saya itu ibu yang hebat? Sampai pada akhirnya saya tak perlu masuk
Tk untuk bisa duduk di bangku SD.
Keadaan saat
itu mendukung keinginan ibu untuk segera menyekolahkan saya ke SD di usia saya
yang baru lima tahun. Namun sebenarnya ada alasan khusus mengapa ibu tidak
menyekolahkan saya di TK komplek rumah, itu karena tampaknya gurunya sedikit
“killer”. Anaknya saja ia perlakukan tak wajar, itu sebabnya ibu lebih mendukung
saya masuk SD. Saat itu memang bagusnya lebih memilih membayarkan uang yang ada
untuk pendaftaran ke Sd daripada ke Tk bila akhirnya untuk dimarahi guru.
Dianggap
anak bawang juga tak apa, jika bisa saya akan naik ke kelas dua, jika tidak
maka saya akan tinggal kelas di kelas satu, karena memang umur saya belum cukup
saat itu, dan ibu pun menyanggupinya, ia fikir lumayan hitung-hitung sekolah Tk
di bangku SD.
Akhirnya
saya, berada di kelas satu SD angkatan 1998, angkatan yang saya syukuri, karena
dengan begitu saya punya teman-teman seangkatan di SD, SMP,SMA, yang luar biasa
saat ini bukan?
Kelas
satu itu saya memiliki wali kelas yang sabar mengajarkan alfabet, namanya Bu
Rini, ia mengajari kami muridnya, menulis di buku bergaris, mengajari berhitung
dan saya ingat saat itu saya duduk di bangku kedua dari belakang, walau pada
akhirnya memang digilir, untuk setiap anak maju ke depan. Yang jelas mata saya
dapat melihat jelas apa yang diajarkan bu Rini yang rupawan itu.
Saya
punya teman bernama Berta, ia turunan Medan, ayah ibunya adalah pedagang yang handal,
namun ia memiliki kebiasaan aneh yakni selalu mengemut jempolnya, dan Bu
Rini dengan wajah teduh begitu santun selalu berkata: “Ayoo, jempolnya
keluarin, anak cantik ga boleh kaya gitu yaa”.
Saya
menyukai kelas satu SD, karena disana saya mulai belajar, disana saya mulai
menambah teman, mulai berseragam, entahlah dulu saya sangat menikmati hari-hari
sekolah padahal hanya dengan bekal jajan tiga ratus rupiah saya berangkat ke
istana ilmu saya di SDN Korpri, saya menikmati hari-hari sekolah walau ibu tak
bisa menunggu saya seperti ibu-ibu lain menunggui anaknya yang sekolah, mereka
mengintip ke dalam jendela, kadang memberi tahu jawaban ketika anaknya
menghadapi soal, saya hanya melihat ibu-ibu mereka (teman-teman saya), karena
yang saya tahu, ibu akan menjemput saat jam pulang, iya jam 09.00.
(sebentar sekali ya sekolahnya).
Ada bu Rini di kelas satu Sd, Bu Ika di kelas dua, Bu Tuti di kelas tiga
dan sampai kelas tiga saya selalu mendapat peringkat tujuh. Di kelas tiga
caturwulan tiga saya beranjak naik di posisi lima, sampai datanglah guru baru
yang bernama Ibu Euis, ibu yang saya kagumi, tulisan di papan tulisnya
indah seperti tulisan bergaya Vivaldi. Atau tulisan-tulisan indah
yang biasa ditulis di ijazah.
Bu Euis
menjadi wali kelas di kelas empat. Karena kepintarannya yang membuat saya
terpesona, kemahirannya bernyanyi baik lagu nasional, daerah, karawitan, beliau
juga adalah pembina pramuka, guru seni, guru bahasa Inggris, buat saya beliau
adalah guru multi talenta yang membuat saya merasakan ruh motivasi pertama
kali, meski saya tak tahu, dulu di kelas empat apa saya tahu, bahwa yang saya
rasakan adalah motivasi yang sangat besar, saya ingin pintar seperti ibu Euis.
Di kelas
empat, saya lebih giat belajar, saya dekati teman saya yang pintar, sudah
pintar modus bukan? Haha tapi tidak juga, kadang saya duduk satu bangku
dengannya di kelas satu, dua dan tiga, bahkan sampai kelas enam, ia adalah
teman saya yang sejak kelas satu berdiri di peringkat satu, namanya Imas Siti
Nurjannah. Kedekatan kami terbentuk begitu kuat, kerja kelompok, bermain,
jajan, bercanda semua bersamanya, ia banyak mengajari saya maka sejak saat itu,
sampai saya duduk di kelas lima saya berada di rangking dua. Hee (Alhamdulillah).
Di kelas
lima sendiri saya diajari oleh Ibu Entin guru luar biasa yang selalu punya kuis
dan cerita, Ibu favorite anak-anak, karena selalu bisa menciptakan suasana
kompetisi seperti bukan sedang belajar, tapi bermain.
Di kelas
enam saya diwalikelasi oleh Ibu Ratna, guru cantik yang dulu berpesan, alangkah
baiknya berkhidmat pada guru, siapapun itu, sampai nanti kamu berkuliah
mungkin, sejak saat itu, saya tahu saya dan imas adalah yang selalu
membawakannya segelas teh atau kopi susu,dengan senang hati dan beliau pun
selalu menerimanya dengan senang hati.
Foto kelas 6A SDN Korpri Bersama Bu Ratna.
Selain
guru-guru yang menjadi walikelas dan mengajari hampir semua pelajaran, ada juga
guru non wali kelas, ada Bu Imas, Bu guru cantik guru olahraga, terkesan galak
padahal baik hati, pa Iing Guru agama, yang tampaknya sekarang ini beliau masih
seperti dulu, artinya awet muda, Bu Euis deh guru B. Inggris favorite.
Guru-guru SD itulah yang berhasil mengantar saya ke bangku sekolah menengah
pertama, masanya seragam putih biru beraksi.
Putih biru: : nama saya tercantum di kelas 7G, wali kelasnya
sendiri adalah Ibu Sumiatun, lalu kelas 8J dengan wali kelas Guru matematika
cantik bernama Ibu Aris Ristalin, dan kelas 9A, dengan wali kelas guru Biologi
paling mutakhir, terkenal tegas namun masyhur juga dengan kejelasan
penjelasannya di kelas, namanya Ibu Junarsih. Pasti ngerasa biologi itu jadi
mudah kalau diajari sama bu Jun.
SMP,
guru-guru yang mengajar sudah mulai dengan bidangnya masing-masing, berbeda dengan
saat di SD, semuanya hampir oleh wali kelas di ajarkan, kecuali agama, dan
bahasa inggris.
So these
are my teacher in Junior Hogh School : Pkn: Bu Sumiatun, Bu Apat, Bu Ade, Agama
: Pa Abdul Rahman, Bu Sumiati, Dan Guru Paling Kocak Pa Yudli, Matematika
: Pa Taryono, Bu Aris, Bu Iis, B.Inggris : Bu Imas Masruroh, Bu Sophie, Pa
Abdurrahman, Komputer : Alm. Pa Wawan, B. Indonesia: Bu Imas Tanti, Bu Ida, Bu
Siti, Fisika&Kimia : Pa Kotari, Bu Dida, Bu Entin, Biologi: Bu Reni, Bu Dillah,
Bu Junarsih,Olahraga : Bu Ai, Pa Yaya, Pa Oyop, Kesenian : Pa Agus dan Babeh
Dudin yang juga pembina Osis saat itu, Sejarah : Bu Uus, Bu Susdyati,
Geografi : Bu Dewi, Pa Daryono, Pa Ts, B. Sunda: Bu Neneng, Bu Lilis, Pa
Dadang, Karawitan jelas Pa Tono, Bk: Bu Sophie, Bu ida.
Hingga
pada saatnya harus beranjak dari SMP 1 Rancaekek, dan saya memilih sekolah yang
juga pondok pesantren yakni MA Al-Falah 2 Nagreg, dimana saya mengenal banyak
guru luar biasa, Qori pertama Indonesia, pemenang MTQ Nasional pertama di Indonesia, (http://id.wikipedia.org/wiki/Musabaqah_Tilawatil_Quran) K.H
Qori Ahmad Syahid sebagai pemimpin yayasan Asy-syahidyah, selanjutnya ada Bpk.
H Cecep Abdullah Syahid, Ibu Hj. Kulltsum Sayyidatussyaroh, Ibu Wafa Wafyah,
Bpk. H Farizi al-hafidz, Pa Mumuh Muhyidin, Ibu Hj. aisyah, Bpk. H. Rahman, Pa
Dani, Pa Nurdin, Pa yuyun, Bu Ririt, teh Windu, Bu Ira, Pa Munir, A Mansyur, A
agus Utsman, A Alyan, A Fahmi hasan, A Haris, A Andif, A Arsyad, Pa
Syafe’i, A Asep Suhendar, Bu Puji, Bu Iah, Bu Entat, Pa Nandang Suhendi,
Pa Jaja, Pa Oyong, Pa Muhsin, Pa Akbar, Pa Teten, Ibu Nurhasanah, Pa
anshor, Bu Yuli, Bu Nuroni, Bu Indri, Teh Dede, dan banyak lagi lainnya teteh dan aa adalah panggilan ustadz dan
ustadzah muda.
* Yang menjadi catatan: sayang, saya tak berbakat untuk menjadi qoriah handal seperti beliau beliau di Al-Falah :) heee
Dan beliau-beliaulah yang akhirnya mendorong saya menuju gerbang perguruan tinggi,
yakni di Sastra Arab Universitas Padjadjaran yang kemudian membawa saya
mengenal dosen-dosen luar biasa mulai dari ketua jurusan bapak Prof. Tajudin
Nur M.Hum, Mantan Atase Pendidikan di Timur Tengah : Prof. Syarief, bapak atase
pendidikan Mesir berikutnya, dosen favorite saya bernama bapak Fahmy Lukman,
lalu dosen lainnya ada Bu Ooh, Bu Yani, Bu Titin, Pa Abu, Pa Ace, Pa Ade
Kosasih, Pa Tb. Chaeru, Pa Saeful Hayat, Pa Endang, Pa Hazbini, Pa Nandang, Pa
Eka, dan dosen-dosen lain yang begitu banyak memberi ilmu, begitu juga dari
jurusan lain yang mengajari mata kuliah umum, atau menjadi pembicara di
pelatihan-pelatihan juga seminar.
Banyak
sekali bukan?, guru itu banyak sekali, bahkan orang yang tidak kita kenal pun
bisa jadi adalah guru kita, setiap orang yang kita temui bisa menjadi guru
kita, bila darinya kita bisa belajar dan mengambil hikmah maka dialah guru
kita.
Dari
lini non formal guru selanjutnya ada dari IEC Intensive English Course, Ada Mr.
Dhani Hardiansyah guru yang sabar ngajarin saya dari level satu, sampai level
enam, tapi saya kabur di level enam karena ngerasa ga berani ngelewatin ujian
level enam, karena kemalasan saya hee saya merasa belum memiliki kemampuan
untuk melewatinya, padahal Mr. Dhani adalah guru yang wawasannya luas,
pembawaannya menyenangkan, dan satu hal yang mungkin enggak semua orang punya,
beliau sangat care sama muridnya, beliau cermat memperhatikan muridnya, teliti
bisa aja nebak apa yang terjadi sama muridnya, maka sesuai logo IEC, berasa
more than just an english course, saya ngerasa menjadi sebuah keluarga disana, selain Mr, Dhani, ada Mr. Ariska yang ini bagian Extra
class, selanjutnya ada Mr. Ade, Miss Mira, dan Miss Haifa juga Mr. Hadi, ya
beliau-beliau guru di kelas lain, tapi tetep guru dong, dan beliau-beliau juga
yang menggantikan Mr. Dhani bila Mr. Dhani berhalangan hadir, tapi tingkat
keasyikan beliau-beliau sekalia sangat diacungi jempol, biar pun cara ngajarnya
berbeda-beda, tapi disini beliau-beliau selalu menanyakan kabar muridnya, jadi
merasa lebih dekat dan enggak canggung.
Selanjutnya dari guru Al-Quran paling mutakhir, guru yang mengajari saya hal
yang paling berharga dari kehidupan seorang muslim, selain guru-guru di aliyah
yang mengajari ngaji adalah Bu Agus, Pa Agus dan A Rijal keluarga yang sewaktu
kecil menjadi guru ngaji saya. Kemudian ada ibu saya yang selalu membimbing saya
ngaji setiap maghrib, kemudian ada Bu Dede kalo boleh saya bilang, ibu ini
adalah pahlawan, meskipun di gecek abis-abisan, baca ta’awudz sampai 10 kali,
baca satu ayat berkali-kali itu semua bikin saya ngerasa makin nyaman membaca al-quran
dengan benar, semua makhroj diajarkan dengan detail, dari ha kecil dan
huruf-huruf lainnya, pokonya ibu ini guru mutakhir, namun sekarang kami
berpisah, saya sudah tidak mengaji di Tarqi Jatinangor lagi, Bu Dede kabarnya
mengajar di Tarqi Bandung dan di rumahnya di Parakan Muncang, maka saat ini saya
mengaji Al-Quran di Miftakhul Khoir, Perum Kencana. Yaa dengan ustadzah Evi
Zakiya Al-Hafidzoh.
Guru, jika sampai saat ini saya masih banyak kekurangan itu adalah kesalahan saya, maka doakan semoga saya bisa mengalahkan diri saya, dari
kemalasan, dari keegoan, dari hal-hal yang menghalangi saya untuk belajar
terus, doakan saya yaa..
Mungkin,Sekian nama-nama guru, yang mampu saya tuliskan karena begitu banyak
guru, yang mungkin tidak mampu saya tuliskan di tulisan sederhana ini, namun
semua adalah guru-guru yang mudah-mudahan dengan ilmunya yang telah
dialirkan membawanya pada kedamaian dunia akhirat, menjadi amal jariah dan
cahaya di surga nanti.
Untuk
semua guru, salam hormat saya selalu, Terimakasih sangat tidak cukup.. namun
itu yang selalu ingin saya ucapkan, Bu, Pa, Ustadz, Ustadzah, Mister, Miss,...
mohon maaf sebanyak-banyaknya bila catatanmu berhias kenakalan, kebandelan,
kebodohan, kemalasan, dan kesalahan-kesalahan saya yang lainnya yang luar biasa
banyaknya....
Saya menulis ini
untuk mengenang semua jasa, agar saya mengukir namanya dalam hati, dan tulisan
nyata, tak ingin sampai melupakannya.
I love you,
teachers.....................semoga selalu dalam penjagaan dan cinta sang
Illahi..
Salam Hormat Penuh Maaf
muridmu yang
biasa saja.....
Nisa Suni
2 komentar:
aga gimanaa gitu ketika baca tulisan ini... aa malah banyak yang lupa guru aa siapa aja... apalagi untuk mengingat guru-guru yang silih berganti selama enam tahun di gontor... bahkan dosen2 di sini pun sangat sedikit yang aa hapal namanya... sepertinya aa bukan murid yang baik seperti icha.. :)
ica takut lupaa a, haha makanya ica tulis semampunya sa sambil lihat buku kenangan itu juga hee takut ada yang salah nama pula kan gawatss:))wajarlah aa di gontor mah :)
Posting Komentar