Sabtu, 15 Desember 2012

Semua Berasal dari Guru

Diposting oleh Nisa Dewi Suni di 07.24




Semua Berasal dari Guru
Lisanmu, Tegar Sanubarimu,
Indah SIkapmu, Binar Matamu, adalah pelitaku..
Guru,,



            Ibu adalah guru pertama saya, mungkin untuk sebagian besar penduduk bumi ini, ibu adalah guru pertama dan utama. Khusus ibu saya, saya ingin bercerita, bahwa ialah yang pertama mengajari saya, mengajari berdoa, alfabet, mengajari saya sampai saya besar, mengajari mengambil keputusan, berani memilih, mengajari tentang kehidupan, soal pelajaran, semasa kecil ibu mengajari saya sambil berjalan-jalan. Sesekali ibu membawa saya ke pasar, ke warung atau kemana saja ia pergi, dan seringkali kami berhenti saat ada spanduk, baligho, atau poster besar di jalanan, ia memberi tahu .. itu huruf I, lalu N, D, O INDO! Ucapanya. Iya! dari berjalan-jalan sebenarnya saya belajar, bukankah ibu saya itu ibu yang hebat? Sampai pada akhirnya saya tak perlu masuk Tk untuk bisa duduk di bangku SD.
           Keadaan saat itu mendukung keinginan ibu untuk segera menyekolahkan saya ke SD di usia saya yang baru lima tahun. Namun sebenarnya ada alasan khusus mengapa ibu tidak menyekolahkan saya di TK komplek rumah, itu karena tampaknya gurunya sedikit “killer”. Anaknya saja ia perlakukan tak wajar, itu sebabnya ibu lebih mendukung saya masuk SD. Saat itu memang bagusnya lebih memilih membayarkan uang yang ada untuk pendaftaran ke Sd daripada ke Tk bila akhirnya untuk dimarahi guru.
            Dianggap anak bawang juga tak apa, jika bisa saya akan naik ke kelas dua, jika tidak maka saya akan tinggal kelas di kelas satu, karena memang umur saya belum cukup saat itu, dan ibu pun menyanggupinya, ia fikir lumayan hitung-hitung sekolah Tk di bangku SD.
            Akhirnya saya, berada di kelas satu SD angkatan 1998, angkatan yang saya syukuri, karena dengan begitu saya punya teman-teman seangkatan di SD, SMP,SMA, yang luar biasa saat ini bukan?
            Kelas satu itu saya memiliki wali kelas yang sabar mengajarkan alfabet, namanya Bu Rini, ia mengajari kami muridnya, menulis di buku bergaris, mengajari berhitung dan saya ingat saat itu saya duduk di bangku kedua dari belakang, walau pada akhirnya memang digilir, untuk setiap anak maju ke depan. Yang jelas mata saya dapat melihat jelas apa yang diajarkan bu Rini yang rupawan itu.
            Saya punya teman bernama Berta, ia turunan Medan, ayah ibunya adalah pedagang yang handal, namun ia  memiliki kebiasaan aneh yakni selalu mengemut jempolnya, dan Bu Rini dengan wajah teduh begitu santun selalu berkata: “Ayoo, jempolnya keluarin, anak cantik ga boleh kaya gitu yaa”.
            Saya menyukai kelas satu SD, karena disana saya mulai belajar, disana saya mulai menambah teman, mulai berseragam, entahlah dulu saya sangat menikmati hari-hari sekolah padahal hanya dengan bekal jajan tiga ratus rupiah saya berangkat ke istana ilmu saya di SDN Korpri, saya menikmati hari-hari sekolah walau ibu tak bisa menunggu saya seperti ibu-ibu lain menunggui anaknya yang sekolah, mereka mengintip ke dalam jendela, kadang memberi tahu jawaban ketika anaknya menghadapi soal, saya hanya melihat ibu-ibu mereka (teman-teman saya), karena yang saya tahu, ibu akan menjemput saat jam pulang, iya jam 09.00. (sebentar sekali ya sekolahnya).
             Ada bu Rini di kelas satu Sd, Bu Ika di kelas dua, Bu Tuti di kelas tiga dan sampai kelas tiga saya selalu mendapat peringkat tujuh. Di kelas tiga caturwulan tiga saya beranjak naik di posisi lima, sampai datanglah guru baru yang bernama Ibu Euis, ibu yang saya kagumi, tulisan di papan tulisnya  indah seperti tulisan bergaya Vivaldi. Atau tulisan-tulisan indah yang  biasa ditulis di ijazah.
            Bu Euis menjadi wali kelas di kelas empat. Karena  kepintarannya yang membuat saya terpesona, kemahirannya bernyanyi baik lagu nasional, daerah, karawitan, beliau juga adalah pembina pramuka, guru seni, guru bahasa Inggris, buat saya beliau adalah guru multi talenta yang membuat saya merasakan ruh motivasi pertama kali, meski saya tak tahu, dulu di kelas empat apa saya tahu, bahwa yang saya rasakan adalah motivasi yang sangat besar, saya ingin pintar seperti ibu Euis.
            Di kelas empat, saya lebih giat belajar, saya dekati teman saya yang pintar, sudah pintar modus bukan? Haha tapi tidak juga, kadang saya duduk satu bangku dengannya di kelas satu, dua dan tiga, bahkan sampai kelas enam, ia adalah teman saya yang sejak kelas satu berdiri di peringkat satu, namanya Imas Siti Nurjannah. Kedekatan kami terbentuk begitu kuat, kerja kelompok, bermain, jajan, bercanda semua bersamanya, ia banyak mengajari saya maka sejak saat itu, sampai saya duduk di kelas lima saya berada di rangking dua. Hee (Alhamdulillah).
            Di kelas lima sendiri saya diajari oleh Ibu Entin guru luar biasa yang selalu punya kuis dan cerita, Ibu favorite anak-anak, karena selalu bisa menciptakan suasana kompetisi seperti bukan sedang belajar, tapi bermain.
            Di kelas enam saya diwalikelasi oleh Ibu Ratna, guru cantik yang dulu berpesan, alangkah baiknya berkhidmat pada guru, siapapun itu, sampai nanti kamu berkuliah mungkin, sejak saat itu, saya tahu saya dan imas adalah yang selalu membawakannya segelas teh atau kopi susu,dengan senang hati dan beliau pun selalu menerimanya dengan senang hati.








Foto kelas 6A SDN Korpri Bersama Bu Ratna. 

            Selain guru-guru yang menjadi walikelas dan mengajari hampir semua pelajaran, ada juga guru non wali kelas, ada Bu Imas, Bu guru cantik guru olahraga, terkesan galak padahal baik hati, pa Iing Guru agama, yang tampaknya sekarang ini beliau masih seperti dulu, artinya awet muda, Bu Euis deh guru B. Inggris favorite.
            Guru-guru SD itulah yang berhasil mengantar saya ke bangku sekolah menengah pertama, masanya seragam putih biru beraksi.
            Putih biru: : nama saya tercantum di kelas 7G, wali kelasnya sendiri adalah Ibu Sumiatun, lalu kelas 8J dengan wali kelas Guru matematika cantik bernama Ibu Aris Ristalin, dan kelas 9A, dengan wali kelas guru Biologi paling mutakhir, terkenal tegas namun masyhur juga dengan  kejelasan penjelasannya di kelas, namanya Ibu Junarsih. Pasti ngerasa biologi itu jadi mudah kalau diajari sama bu Jun.
            SMP, guru-guru yang mengajar sudah mulai dengan bidangnya masing-masing, berbeda dengan saat di SD, semuanya hampir oleh wali kelas di ajarkan, kecuali agama, dan bahasa inggris.
            So these are my teacher in Junior Hogh School : Pkn: Bu Sumiatun, Bu Apat, Bu Ade, Agama : Pa Abdul Rahman, Bu Sumiati, Dan Guru Paling Kocak Pa Yudli,  Matematika : Pa Taryono, Bu Aris, Bu Iis, B.Inggris : Bu Imas Masruroh, Bu Sophie, Pa Abdurrahman, Komputer : Alm. Pa Wawan, B. Indonesia: Bu Imas Tanti, Bu Ida, Bu Siti, Fisika&Kimia : Pa Kotari, Bu Dida, Bu Entin, Biologi: Bu Reni, Bu Dillah, Bu Junarsih,Olahraga : Bu Ai, Pa Yaya, Pa Oyop, Kesenian : Pa Agus dan Babeh Dudin yang juga pembina Osis saat itu, Sejarah : Bu Uus, Bu  Susdyati, Geografi : Bu Dewi, Pa Daryono, Pa Ts, B. Sunda: Bu Neneng, Bu Lilis, Pa Dadang, Karawitan jelas Pa Tono, Bk: Bu Sophie, Bu ida.
            Hingga pada saatnya harus beranjak dari SMP 1 Rancaekek, dan saya memilih sekolah yang juga pondok pesantren yakni MA Al-Falah 2 Nagreg, dimana saya mengenal banyak guru luar biasa, Qori pertama Indonesia, pemenang MTQ Nasional pertama di Indonesia, (http://id.wikipedia.org/wiki/Musabaqah_Tilawatil_Quran) K.H Qori Ahmad Syahid sebagai pemimpin yayasan Asy-syahidyah, selanjutnya ada Bpk. H Cecep Abdullah Syahid, Ibu Hj. Kulltsum Sayyidatussyaroh, Ibu Wafa Wafyah, Bpk. H Farizi al-hafidz, Pa Mumuh Muhyidin, Ibu Hj. aisyah, Bpk. H. Rahman, Pa Dani, Pa Nurdin, Pa yuyun, Bu Ririt, teh Windu, Bu Ira, Pa Munir, A Mansyur, A agus Utsman,  A Alyan, A Fahmi hasan, A Haris, A Andif, A Arsyad, Pa Syafe’i, A Asep Suhendar,  Bu Puji, Bu Iah, Bu Entat, Pa Nandang Suhendi, Pa Jaja, Pa Oyong,  Pa Muhsin, Pa Akbar, Pa Teten, Ibu Nurhasanah, Pa anshor, Bu Yuli, Bu Nuroni, Bu Indri, Teh Dede, dan banyak lagi lainnya teteh dan aa adalah panggilan ustadz dan ustadzah muda.
Bersama Guru-guru di Al-Falah  Nagreg
  
             * Yang menjadi catatan: sayang, saya tak berbakat untuk menjadi qoriah handal seperti beliau beliau di Al-Falah :) heee

           Dan beliau-beliaulah yang akhirnya mendorong saya menuju gerbang perguruan tinggi, yakni di Sastra Arab Universitas Padjadjaran yang kemudian membawa saya mengenal dosen-dosen luar biasa mulai dari ketua jurusan bapak Prof. Tajudin Nur M.Hum, Mantan Atase Pendidikan di Timur Tengah : Prof. Syarief, bapak atase pendidikan Mesir berikutnya, dosen favorite saya bernama bapak Fahmy Lukman, lalu dosen lainnya ada Bu Ooh, Bu Yani, Bu Titin, Pa Abu, Pa Ace, Pa Ade Kosasih, Pa Tb. Chaeru, Pa Saeful Hayat, Pa Endang, Pa Hazbini, Pa Nandang, Pa Eka, dan dosen-dosen lain yang begitu banyak memberi ilmu, begitu juga dari jurusan lain yang mengajari mata kuliah umum, atau menjadi pembicara di pelatihan-pelatihan juga seminar.
            Banyak sekali bukan?, guru itu banyak sekali, bahkan orang yang tidak kita kenal pun bisa jadi adalah guru kita, setiap orang yang kita temui bisa menjadi guru kita, bila darinya kita bisa belajar dan mengambil hikmah maka dialah guru kita.
            Dari lini non formal guru selanjutnya ada dari IEC Intensive English Course, Ada Mr. Dhani Hardiansyah guru yang sabar ngajarin saya dari level satu, sampai level enam, tapi saya kabur di level enam karena ngerasa ga berani ngelewatin ujian level enam, karena kemalasan saya hee saya merasa belum memiliki kemampuan untuk melewatinya, padahal Mr. Dhani adalah guru yang wawasannya luas, pembawaannya menyenangkan, dan satu hal yang mungkin enggak semua orang punya, beliau sangat care sama muridnya, beliau cermat memperhatikan muridnya, teliti bisa aja nebak apa yang terjadi sama muridnya, maka sesuai logo IEC, berasa more than just an english course, saya ngerasa menjadi sebuah keluarga disana, selain Mr, Dhani, ada Mr. Ariska yang ini bagian Extra class, selanjutnya ada Mr. Ade, Miss Mira, dan Miss Haifa juga Mr. Hadi, ya beliau-beliau guru di kelas lain, tapi tetep guru dong, dan beliau-beliau juga yang menggantikan Mr. Dhani bila Mr. Dhani berhalangan hadir, tapi tingkat keasyikan beliau-beliau sekalia sangat diacungi jempol, biar pun cara ngajarnya berbeda-beda, tapi disini beliau-beliau selalu menanyakan kabar muridnya, jadi merasa lebih dekat dan enggak canggung. 
  











   



         Selanjutnya dari guru Al-Quran paling mutakhir, guru yang mengajari saya hal yang paling berharga dari kehidupan seorang muslim, selain guru-guru di aliyah yang mengajari ngaji adalah Bu Agus, Pa Agus dan A Rijal keluarga yang sewaktu kecil menjadi guru ngaji saya. Kemudian ada ibu saya yang selalu membimbing saya ngaji setiap maghrib, kemudian ada Bu Dede kalo boleh saya bilang, ibu ini adalah pahlawan, meskipun di gecek abis-abisan, baca ta’awudz sampai 10 kali, baca satu ayat berkali-kali itu semua bikin saya ngerasa makin nyaman membaca al-quran dengan benar, semua makhroj diajarkan dengan detail, dari ha kecil dan huruf-huruf lainnya, pokonya ibu ini guru mutakhir, namun sekarang kami berpisah, saya sudah tidak mengaji di Tarqi Jatinangor lagi, Bu Dede kabarnya mengajar di Tarqi Bandung dan di rumahnya di Parakan Muncang, maka saat ini saya mengaji Al-Quran di Miftakhul Khoir, Perum Kencana. Yaa dengan ustadzah Evi Zakiya Al-Hafidzoh.
       Guru, jika sampai saat ini saya masih banyak kekurangan itu adalah kesalahan saya, maka doakan semoga saya bisa mengalahkan diri saya, dari kemalasan, dari keegoan, dari hal-hal yang menghalangi saya untuk belajar terus, doakan saya yaa..
            Mungkin,Sekian nama-nama guru, yang mampu saya tuliskan karena begitu banyak guru, yang mungkin tidak mampu saya tuliskan di tulisan sederhana ini, namun semua adalah guru-guru yang mudah-mudahan dengan ilmunya yang  telah dialirkan membawanya pada kedamaian dunia akhirat, menjadi amal jariah dan cahaya di surga nanti.
            Untuk semua guru, salam hormat saya selalu, Terimakasih sangat tidak cukup.. namun itu yang selalu ingin saya ucapkan, Bu, Pa, Ustadz, Ustadzah, Mister, Miss,... mohon maaf sebanyak-banyaknya bila catatanmu berhias kenakalan, kebandelan, kebodohan, kemalasan, dan kesalahan-kesalahan saya yang lainnya yang luar biasa banyaknya....
            Saya menulis ini untuk mengenang semua jasa, agar saya mengukir namanya dalam hati, dan tulisan nyata, tak ingin sampai melupakannya.
I love you, teachers.....................semoga selalu dalam penjagaan dan cinta sang Illahi..

 Salam Hormat Penuh Maaf


muridmu yang biasa saja.....
Nisa Suni

2 komentar:

Fahmi Hasan mengatakan...

aga gimanaa gitu ketika baca tulisan ini... aa malah banyak yang lupa guru aa siapa aja... apalagi untuk mengingat guru-guru yang silih berganti selama enam tahun di gontor... bahkan dosen2 di sini pun sangat sedikit yang aa hapal namanya... sepertinya aa bukan murid yang baik seperti icha.. :)

Nisa Dewi Suni mengatakan...

ica takut lupaa a, haha makanya ica tulis semampunya sa sambil lihat buku kenangan itu juga hee takut ada yang salah nama pula kan gawatss:))wajarlah aa di gontor mah :)

 

little one on earth Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea